SELAMAT DATANG DI BLOG FERY RAHMAD

Senin, 13 Januari 2014

Riban Enggan Berkomentar

 

Riban Enggan Berkomentar

PDM Masih Pro-Kontra
PALANGKA RAYA – Forum Masyarakat Adat Dayak Kalimantan Tengah (Formad-KT) tegas menuntut agar Perhimpunan Dayak Melayu (PDM) yang diketuai oleh HM Riban Satia segera dibekukan. Bahkan organisasi kemasyarakatan (ormas) ini diberi waktu 3x24 jam untuk membubarkan diri.
Saat dimintai pendapatnya mengenai permintaan tersebut, HM Riban Satia yang dicegat sejumlah wartawan saat hendak salat Jumat masih enggan untuk berkomentar banyak. Menurut Riban, pihaknya saat ini telah menyiapkan surat atas nama Perhimpunan Dayak Melayu kepada lembaga pemerintah atau institusi yang berkopenten di bidang itu.
“Suratnya juga akan ditujukan kepada seluruh masyarakat Kalteng yang akan disampaikan lewat media,” ungkapnya.
Saat ditanya kapan tanggapan dari 5 tuntutan tersebut dijawab? Riban enggan menyebutkan waktunya. Yang pasti pihaknya akan menjawab atas 5  tuntutan yang disampaikan oleh Formad-KT beberapa waktu lalu.
“Kalau terkait permintaan mundur dari DAD, saya serahkan kepada mekanisme dari DAD. Disitu kan ada AD ART-nya, kalau memang saya melakukan pelanggaran, saya siap saja,” ungkapnya.
Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan, betul saja PDM sudah melayangkan klarifikasi dan penjelasan kepada pihak terkait. Surat bernomor 01/PaDaMu-KTG/I/2013 tanggal 7 Januari 2014 ditandatangani Ketua Umum HM Riban Satia dan Sekjen Rahmadi G Lentam.
Surat itu memuat jawaban untuk menanggapi pelbagai isu dan pemahaman yang belum memadai  mengenai eksistensi dan keberadaan PDM. Dalam poin nomor 4, penjelasannya menyatakan bahwa PDM adalah nama organisasi yang didirikan dan sama sekali tidak boleh ditafsirkan sebagai nama suku bangsa baru.
Orang dari Suku Dayak tetap adalah orang Suku Dayak. Demikian pula dengan orang dari Suku Melayu yang berdasarkan hak-hak kontitusionalnya berhak untuk berorganisasi dalam rangka mengembangkan diri, memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya, melalui pelestarian, pengembangan, pembinaan dan pengamalan identitas budaya orang Dayak dan orang Melayu yang bersifat islami.
Sebelumnya Rahmadi G Lentam SH MH menilai, bahwa saat ini semua warga negara hidup di alam kemerdekaan dan konstitusi menjamin hak setiap orang bersanding dengan kewajiban asasinya. Apalagi ormas PDM Kalteng  sangat menghormati keragaman dan perbedaan dalam koridor kedaulatan rakyat dan hukum, hal ini demi manusia dan kemanusiaan.
Sementara itu, Ketua Presidium LMMDD-KT, Prof KMA M Usop MA  melalui Wakil Sekretaris, Marcos Sebastian Tuwan, mengakui bahwa Undang Undang menjamin kemerdekaan setiap warga negara untuk berserikat dan berkumpul memang benar. Dan tidak bisa dibubarkan secara sepihak.
“Namun harus diingat bahwa keberadaannya tidak boleh menimbulkan perpecahan dan pengotak–kotakan masyarakat,” ujar Marcos yang mengkhawatirkan akan ada perkumpulan Dayak Jawa, Dayak Madura, Dayak Islam, Dayak Kristen, dan lain-lain.
“Itu akan merusak kerukunan dan kedamaian masyarakat di Kalimantan Tengah. Win-win solutionnya, ubah saja namanya Dayak Melayu itu,” tegasnya seraya menyatakan LMMDD-KT berdiri di tengah. Mereka tidak melarang demo, tetapi juga tidak mendukung PDM yang masih menuai pro dan kontra itu. (*/ryo/hit)

tak ada hubungan dengan FPI

PALANGKA RAYA -
PALANGKA RAYA Sekretaris Jenderal Perhimpunan Dayak Melayu (Padamu) Provinsi Kalteng Rahmadi G Lentam SH MH membantah sinyalemen bahwa organisasi yang belakangan diinisal dengan PDM terkait kepentingan tertentu dan Front Pembela Islam (FPI).
Ditegaskannya Padamu atau PDM itu hanya ormas biasa yang tidak ada hubungannya dengan kepentingan politik. “Dan tidak memiliki hubungan langsung atau tak langsung dengan FPI seperti yang dituduhkan,” sebutnya seraya berharap jika ada yang menilai seperti itu, maka hal tersebut bersifat provokatif.
Dia juga menjelaskan bahwa istilah “Dayak Melayu” yang menjadi persoalan oleh sejumlah kalangan itu, terjadi terjadi karena salah tafsir saja. Padahal mereka hanyalah sebuah organisasi masyarakat, bukan sebagai nama suku.
“Alasan kenapa ormas tersebut diberikan nama Perhimpunan Dayak Melayu mengingat pendirinya adalah orang dari Suku Dayak dan Suku Melayu yang beragama Islam dengan tujuan penelitian dan mengembangkan adat istiadat serta seni budaya dari kalangan Suku Dayak dan Suku Melayu yang bersifat Islami di Kalteng,” kata Rahmadi dalam rilisnya, Minggu (12/1).
Rahmadi mengatakan apabila ada yang menyebut Dayak Melayu itu adalah Suku Dayak baru dari Kalteng, maka hal tersebut merupakan kesalahan besar. Bahkan harus diwaspadai apabila ada kelompok atau oknum yang menyebutkan Dayak Melayu itu. Padamu hanyalah sebuah ormas.
Ia menyimpulkan bahwa suku Dayak Melayu justru dipopulerkan oleh kelompok FORMAD Kalteng dan beberapa orang yang membuat pernyataan di media, harusnya mereka yang bertanggungjawab karena telah membelokan juga membuat penafsiran lain sehingga membuat persoalan ini berbau “SARA”.
“Sebagai perbandingan kami ingin tahu bagaimana FORMAD Kalteng dan Ketua DAD Kalteng Sabran Ahmad mengartikan Ormas Kerukunan Keluarga DUSMALA (Dusun Manyaan Lawangan) yang ada di Kalteng. Apakah akan mengartikannya sebagai nama suku baru yakni Suku Dusun Manyaan Lawangan atau hanya diartikan sebagai sebuah organisasi biasa?” ucapnya.
Pihaknya sangat menyayangkan sikap dari FORMAD Kalteng yang telah berburuk sangka dan apriori yang justru bertentangan dengan Anggaran Dasar Padamu. Pernyataan itu mereka dapat menjurus kepada fitnah dan upaya untuk memecah belah ormas yang bertujuan demi kesejahteraan bersama.
Padahal sebuah perhimpunan telah dijamin  dan diakui keberadaannya oleh konstitusi serta hukum, sehingga hal itu merupakan tanggung jawab negara terutama pemerintah untuk melindungi hak-hak asasi setiap orang untuk berhimpun.
Terkait desakan pembubaran ormas ini, Rahmadi mengakui pihaknya menghormati penolakan itu. “Namun sebaliknya mereka juga harus menghormati keingingan kami dalam mengimplikasikan kententuan Undang-undang dalam melaksanakan hak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat serta hak untuk memajukan diri dalam memperjuangkan hak secara kolektif dalam membangun masyarakat bangsa dan negara yang dijamin atau wajib ditegakkan oleh pemerintah,” jelasnya.
Pada intinya Padamu siap untuk dibubarkan apabila berdasarkan keputusan pengadilan seperti yang telah diatur dalam Undang-undang, bahwa untuk membubarkan sebuah organisasi masyarakat harus melalui mekanisme peradilan karena dinilai telah berkhianat atau melakukan pelanggaran ketentuan hukum.
Terkait dengan keinginan untuk memecat HM Riban Satia sebagai Ketua DAD Kota Palangka Raya, hal itu juga seharusnya dilakukan berdasarkan ketentuan dan mekanisme anggaran dasar dari organisasi itu sendiri.
Menyikapi aksi unjuk rasa yang telah dilakukan beberapa waktu lali bagian dari hak asasi manusia dan bahkan dalam masyarakat yang demokratis penyampaian aspirasi dengan cara elegan, tidak memaksakan kehendak, dengan tidak melanggar hak-hak dari orang lain. Dengan catatan tidak ada penghinaan, provokasi, kekerasan, dan pelanggaran terhadap hukum.
“Kami sangat menghormati keragaman dan perbedaan pendapat yang penting sekarang adalah bagaimana mengelola keragaman dan perbedaan dalam koridor kedaulatan rakyat, hukum, dan kemanfaatannya untuk masyarakat. Sehingga jangan sampai terjadi suatu praktek pemaksaan kehendak dengan cara-cara yang justru melawan prinsip hak asasi manusia,” jelasnya.
Untuk diketahui, bahwa Padamu Kalteng telah menyampaikan surat resmi tertanggal 7 Januari 2014 Nomor : 01/PaDaMu-KTG/I/2014 perihal klarifikasi dan penjelasan yang ditujukan dan telah diterima Gubernur Kalteng, Kapolda Kalteng, Danrem 102, Kajati Kalteng, Kapolres Palangka Raya, Dandim 1015 Palangka Raya, Ketua KMMDD Kalteng, dan Ketua DAD Kalteng.(bud/ron)